Belum aku terbangun dari tidurku, aku mendengar seperti suara lembut sejumlah wanita yang mengelilingiku.
“Pangeran Frik ayo bangun!” ucap salah seorang wanita tersebut.
Siapa yang mereka maksud? Aku? Dan mereka memanggilku ‘Pangeran’? Apa aku tidak salah dengar? Apa aku sedang bermimpi? Lalu aku membuka mata dan “Waaw”, tiga orang dayang-dayang cantik memberikan senyuman manis kepadaku.
Mereka menyapaku, “Selamat pagi Pangeran?”
Aku jadi semaikn bingung. Bukannya aku adalah….. Ah, tidak usah dipikirkan. Mungkin karena nyenyaknya tidurku semalam aku jadi sedikit lupa akan kedudukanku. Baru kusadari aku bangun dari tidur di tempat tidur yang mewah dan kamar yang megah.
Setelah mandi dan mengenakan pakaian layaknya pakaian seorang pangeran, dengan taburan berlian di bagian jubahnya, aku segera menuju ruang utama tepat di ruang makan. Sepertinya raja dan ratu alias ayah dan ibuku menungguku untuk sarapan. Setelah mengucapkan
“Selamat pagi Yah, Bu?” akupun duduk di singgasana makanku tepat di depan meja ayah.
“Pagi anakku tercinta? Bagaimana tidurmu semalam, apakah nyenyak?” sapa ibu.
“Sangat nyenyak, Bu” jawabku.
Belum lama dari itu aku mencium aroma sangat harum dan sepertinya itu dari dalam dapur istana. Pasti berasal dari makanan yang lezat pula.
Dan ternyata dugaanku benar. Datanglah
“Pagi Raja, Ratu, Pangeran? Silakan menikmati hidangannya” ucap salah satu pelayan.
Walaupun ayah dan ibuku adalah raja dan ratu yang menguasai suatu negeri, namun mereka tidak bisa berleha-leha dan bersantai-santai menikmati fasilitas istana. Jadi setelah waktu sarapan selesai, mereka harus pergi untuk mengurusi keuangan, ketertiban, dan segala macam hal yang harus dilakukan untuk mensejahteraan negara ini, ayah melakukan hal ini tidak sendirian, ayah melakukannya bersama mentri-mentri besar negara.
“Pangeran Frik, ayah dan ibu harus pergi. Kamu baik-baik ya!”
“Baik, Bu” jawabku dengan lesu.
Aku jadi kesepian, sangat kesepian. Tapi dari kursi makan yang kududuki sekarang, aku melihat sebuah jendela bundar. Bentuknya aneh, dan bentuknya berbeda dengan bentuk jendela yang lainnya. Akupun menuju jendela itu. Dari
“Ayo cepat! Nanti kita terlambat ke Sekolah.” ucap seorang anak kepada teman-temannya.
Akupun berpikir sejenak, mengapa aku tidak pergi sekolah? Apa karena aku seorang pangeran? Namun tiba-tiba terdengar suara lembut sambil menepuk bahuku,
“Pagi Pangeran Frik?”
Dan aku melihat sesosok wanita cantik dengan pakaian rapih dan membawa tas yang cukup besar.
“Siapa wanita ini?” batinku.
“Pangeran, ayo siapkan peralatan belajarmu!” ucapnya.
Peralatan belajar? Mungkin dia adalah guru privatku?
Aku melihat namanya dibuku yang dia keluarkan dari dalam tasnya. Ternyata namanya Miss.. Jane. Dia adalah guru yang baik, dan lembut sekali dalam mengajar. Aku belajar matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan social. Setelah tiga jam aku belajar dengannya. Pelajaran hari inipun selesai. Setelah mengantarnya sampai pintu gerbang Istana, aku masuk ke kamarku dan mencari-cari kesibukan lain, karena sekarang aku tidak ada kegiatan, dan aku mulai bosan.
Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke jendela bundarku. Sudah hampir siang, tapi pasar di
Kurasa tidak. Tak lama dari itu aku melihat dua orang pelayan dapur Istana pergi dengan membawa keranjang besar. Mungkin mereka ingin memetik buah. Ya, sebaiknya aku ikut mereka. Aku mengikuti mereka sampai ke kebun ceri di sebelah utara Istana. Aku memetik banyak sekali buah ceri.
Hmm…. Dari buah ceri yang lezat ini. Akan lebih bila disajikan dalam bentuk pai, pai ceri, baru membaynagkannya saja sudah terasa manis di lidah. Bagaimana kalau sudah di depan mata. Aku jadi tak sabar ingin membuatnya. Setelah memetik lumayan banyak dan cukup untuk membuat pai ceri, aku membawa ceri tersebutke dapur istana dan melihat para koki handal membuat pai ceri itu.
“Silakan dinikmati pai cerinya, Pangeran” kata koki yang membawa pai ceri besar.
Setelah menghabiskan semua pai ceriku tanpa sisa aku merasa sangat kenyang dan aku segera menuju kamarku. Hari ini terasa melelahkan. Ingin sekali aku memejamkan mataku sebentar, supaya sore hari nanti bisa lebih bersemngat. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur sejenak. Namun saat aku membuka mataku, semua terlihat sangat berbeda, semuanya berubah. Tak ada dayang-dayang cantik, tak ada tempat tidur yang mewah, dan tak ada lagi kamar yang megah.dan baru kusadari, yang kualami semalam hanyalah mimpi semata.
“Terima Kasih”
“Plok…. Plok ….. Plok…. ” terdengar tepuk tangan
yang meriah dari teman-teman George.
‘Mimpimu sangatlah indah George!” ucap teman sebangku Ku, Dan.
“Andai mimpi itu menjadi kenyataan” batin George.
10 Februari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar